Sabtu, 28 Juni 2014

Alasan Kenapa Pendaki Gunung Adalah Pasangan Idaman



Mereka yang gemar melangkahkan kaki untuk menggapai puncak-puncak tertinggi, mereka yang tidak keberatan membawa keril berisi bahan makanan dan peralatan berkemah, mereka yang rela menghabiskan waktu berhari-hari di dalam hutan demi bisa mengalahkan diri sendiri. Penasaran kan kenapa kamu harus mempertimbangkan dia yang gemar mendaki gunung untuk menjadi calon pasangan?

1. Dia Terbiasa Menetapkan Target 

 Dia tahu apa tujuan akhirnya
Orang yang sukses adalah mereka yang berani menetapkan target dan mematuhinya. Ya iya juga sih, apa gunanya target tinggi tapi gak ada usaha untuk menjangkaunya? Pendaki gunung sudah akrab dengan kebiasaan yang satu ini. Mereka terbiasa menetapkan tujuan akhir yang harus dicapai dalam setiap pendakian.
Sebelum pendakian dimulai, dia akan memperhitungkan waktu dan tenaga yang dimiliki kemudian menyesuaikannya dengan rute yang akan dihadapi. Dia bisa dengan tepat menetapkan target sesuai sumber daya. Kemampuan ini oke banget jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kamu gak perlu khawatir punya pacar selo yang gak punya target dalam hidup kalau pacaran sama pendaki gunung.

 2. Punya Semangat Untuk Mengalahkan Diri Sendiri

Batasan diri sendiri selalu bisa dikalahkan
Musuh terbesar seseorang sebenarnya bukan orang lain atau lingkungan di sekitarnya, melainkan dirinya sendiri. Inilah filosofi yang dipegang oleh kebanyakan pendaki gunung. Kegiatan mendaki dipahami sebagai proses mengalahkan batas diri sendiri. Menantang diri untuk mengalahkan rasa letih demi menjejakkan kaki di puncak.
Pasanganmu yang gemar mendaki gunung tahu bahwa tujuan akhirnya gak akan bisa dicapai jika dia tidak keras pada dirinya sendiri. Dalam kepalanya akan bergaung suara, “Ayo jalan 5 langkah lagi!” setiap kakinya hendak mogok minta berhenti. Dia gak mau dikalahkan oleh rasa capek, malas, lapar ataupun dingin. Dia bisa mengontrol dirinya untuk terus berjuang mengalahkan semua keengganan yang muncul dari beratnya proses pendakian.


3. Dia Pasti Rendah Hati
Pendaki yang baik tidak pernah merasa dirinya lebih hebat dari orang lain. Walaupun dia sudah pernah menjejakkan kaki di berbagai tanah tertinggi, dia gak akan merasa lebih baik dari mereka yang belum. Pendakian justru menyadarkan bahwa di tengah ganasnya alam, manusia itu nggak ada apa-apanya.

Walau bisa menaklukkan puncak tertinggi, tetap rendah hati
 Jika kamu memutuskan untuk menjalin hubungan cinta dengan seorang pendaki gunung, jangan kaget bila dia sering mengingatkanmu agar jangan merasa punya kemampuan diatas orang lain. Nggak heran sih, kebijaksanaan ini memang dia dapatkan dari semua pendakian yang pernah dilalui.
Dia sudah pernah menemui pendaki berusia lanjut yang segar bugar, dia pernah merasakan hampir mati karena hipotermia, dia juga pernah tersesat dan hanya mengandalkan insting untuk menemukan jalur yang benar. Di depan alam ciptaan Tuhan, dia sadar bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa.


4. Jiwa Berjuangnya Nggak Diragukan Lagi

Selalu mau berjuang
Apakah kamu cewek yang mengharapkan calon pasangan yang super tangguh? Atau kamu cowok yang paling males kalau dapat cewek manja? Jika memang semangat juang adalah hal yang wajib ada dalam diri calon pasanganmu, maka mengencani pendaki gunung adalah pilihan yang tepat.
Dia adalah orang yang bisa bertahan dalam situasi sulit. Rasa ingin berjuang dalam dirinya sudah tidak diragukan lagi. Pasanganmu sudah pernah merasakan telapak kakinya lecet dan sakit untuk berjalan karena rute turun yang terlalu curam. Tapi dia memaksa dirinya untuk terus berjalan. Dia sadar bahwa pilihannya hanya terus berjuang atau menunggu diselamatkan tim SAR.


 5. Dia Mudah Bergaul Dengan Siapapun

Mudah bergaul dengan orang baru
Pendaki gunung biasanya punya teman yang datang dari berbagai latar belakang. Selain solidaritas antar pendaki memang kuat, siapapun yang ditemui selama pendakian adalah kawan seperjuangan di alam raya. Gak jarang hubungan ini akan terus berlanjut sampai ke kehidupan normal pasca pendakian.
Kalau dia bisa langsung nyambung dengan orang yang baru ditemuinya dalam Jeep carteran menuju Ranu Pane, tentu dia gak akan kesulitan saat harus membuka percakapan dengan teman dan keluargamu. Sering mengakrabi alam membuat dia mudah bergaul dan terbuka terhadap setiap peluang untuk menjalin hubungan dengan orang baru.

 6. Bisa Diandalkan
Pasangan yang bisa diandalkan adalah dia yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Dia udah gak lagi galau hidupnya mau dibawa kemana, dia sudah tahu apa yang benar-benar ingin dia lakukan dalam hidupnya. Proses mendaki gunung memberikan seseorang kesempatan untuk berdialog dengan dirinya sendiri dan menyelesaikan ganjalan dalam hati.

Mendaki membuat dia selesai menemukan diri sendiri
Ditengah beringasnya 7 Bukit Penyesalan Gunung Rinjani, dia akan mengalami monolog dengan sisi paling jujur dalam dirinya. Sambil menahan lelah dan teriknya sengatan matahari, dia akan paham bahwa  hidup harus benar-benar diperjuangkan sesuai impian. Gak ada hidup yang pantas dijalani dengan kepuasan setengah hati.
Kamu gak perlu lagi takut kehilangan dia ditengah perjalanan, atau tiba-tiba harus banting setir 180 derajat. Dia sudah menetapkan rute yang ingin ditempuh. Bahkan jauh sebelum bertemu kamu.

 7. Punya Idealisme yang Kuat

Idealismenya nggak main-main
Idealisme, adalah kemewahan yang kerap diagungkan oleh para pendaki gunung. Hidup susah nggak masalah, asal bisa hidup dengan kepala tegak. Biasa mengakrabi ganasnya alam membuat mereka ingin menjadi sebaik-baik manusia. Mereka akan ogah ikut dalam aksi kotor demi keuntungan pribadi. Pendakian mengajarkan bahwa hidup dan mati itu jaraknya setipis seutas tali.
Memiliki pasangan seorang pendaki akan memberikanmu hidup yang sederhana, tapi penuh arti. Mereka yang belajar di alam akan menyadari bahwa jadi manusia berguna itu lebih penting daripada menumpuk harta bagi diri sendiri. Karena pada akhirnya, kamu cuma punya integritas yang bisa dibawa sampai mati.

8. Kemampuan Kalkulasinya Pasti Oke

Bisa memperhitungkan tenaga dan waktu dengan baik
Suka sebel sama pasangan yang gak bisa mengatur jadwalnya sendiri? Atau kamu paling anti sama orang yang gak bisa mengatur pengeluarannya? Sama pendaki gunung, hal-hal menyebalkan yang berkaitan dengan masalah kalkulasi akan jarang kamu temui. Kegemarannya mendaki membuat dia ahli dalam membuat estimasi.
Dalam sebuah pendakian – terutama pendakian dalam tim, dia akan berhitung dengan cermat soal waktu untuk menyelesaikan tiap etape. Juga soal besarnya biaya yang harus dibayar tiap anggota tim untuk belanja logistik. Selain punya semangat juang yang tinggi, dia juga ahli dalam merencanakan sesuatu. Kualitas persiapan dan aksinya seimbang. nah loh, kurang apa lagi?
  
9. Luwes Tapi Efektif

Mempertimbangkan kondisi alam sebelum mendaki
Pendaki gunung adalah orang yang terbiasa dengan perubahan. Dia bisa dengan cepat menyesuaikan diri saat ada perubahan cuaca yang membuat perjalanan terhenti. Walau mengeluarkan kerangka tenda dan mendirikan tenda itu ribet, tapi dia gak akan mengeluh saat terpaksa harus nge-camp karena cuaca buruk.
Dia adalah pribadi yang fleksibel namun di lain sisi juga sangat efektif dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Walau harus mengubah ritme perjalanan, bukan berarti waktu pendakian molor. Dia harus tetap memperhitungkan kondisi logistik yang kian menipis. Kualitas macam ini nggak dimiliki oleh semua orang. Dan biasanya, mereka yang bisa dengan luwes membawa diri namun tetap efektif bekerja adalah mereka yang bisa sukses.

 10. Tidak Mudah Terjebak Kenyamanan

Selalu ingin memperluas batas kenyamanan
Ketika sudah mendapat posisi yang mapan, apa yang biasa dilakukan oleh orang kebanyakan? Menikmati dan berleha-leha, bukan? Masuk kerja- pulang sore – menunggu macet di mall - membelanjakan uang di cafe yang chic - berharap akhir pekan datang – kembali menyambangi mall di akhir pekan. Apa iya kamu mau hidupmu berakhir seperti itu?
Menjalani hubungan cinta dengan pendaki gunung akan membuatmu belajar untuk terus memperluas batas kenyamanan. Pendakian mengajarkan mereka bahwa pelajaran selalu didapat justru dari usaha mengalahkan kesulitan. Mereka akan menantangmu untuk mengalahkan batas kemampuanmu sendiri. Tanpa kamu sadari, perlahan kamu juga akan belajar bahwa kenyamanan adalah jebakan yang harus dikalahkan kalau tidak mau jadi pribadi yang tertinggal.

11. Bisa Menerimamu Apa Adanya

Bisa menerima berbagai karakter anehmu
Mendaki mempertemukan dia dengan banyak tipe orang dari berbagai latar belakang. Mulai dari yang kepribadiannya hangat dan oke banget, sampai yang punya kelakuan unik dan butuh perlakuan khusus. Apalagi diatas gunung konon seseorang akan benar-benar terlihat kepribadian aslinya. Demi lancarnya perjalanan, dia akan berusaha menyesuaikan diri dengan karakter orang-orang tersebut.
Sebenarnya pacaran itu gak ubahnya sebuah pendakian. Demi bisa sukses, kamu harus pintar-pintar mengatur langkah agar sesuai dengan ritme teman seperjalanan. Bersama pasangan yang kerap mendaki gunung, kamu gak perlu khawatir dia ilfeel karena kelakuan anehmu. Kamu bisa dengan bebas menunjukkan dirimu yang sesungguhnya. Dia bisa memahami bahwa semua orang lahir dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing

 12. Biasanya, Mereka Romantis

Gahar atau garang tapi romantis
Walau tampangnya gahar, kulitnya hitam karena keseringan terpapar matahari — tapi hati anak gunung itu lembut dan hangat. Kalau orang lain menghadiahimu dengan cokelat dan bunga atau boneka lucu, dia akan menghadiahimu foto matahari terbit di Ranu Kumbolo atau malah menuliskan namamu di puncak tertinggi Pulau Jawa. Romantis kan?

13. Dia Paham Makna “Rumah” dan “Pulang”

Dia menghargai orang-orang yang menunggunya di rumah
Seorang pendaki gunung tahu benar arti hangatnya sebuah rumah. Pada pendakian-pendakian panjangnya dia sering duduk, memandang bintang dari dataran setinggi 3000 meter diatas permukaan laut, membayangkan hangatnya rumah yang ditinggalkan. Tidak jarang rasa rindu ingin pulang jadi kekuatan saat langkahnya sudah sempoyongan dihadang trek pasir.
Dia akan menghargai makna “pulang”, “rumah” dan orang-orang yang berada di dalamnya. Beruntunglah kamu jika pada pelukmu lah dia selalu menemukan hangatnya rumah yang jadi sumber semangatnya menuntaskan pendakian.

Setelah membaca alasan diatas, masih ragu untuk menjadikan pendaki gunung sebagai pasangan yang layak mendampingimu?

Senin, 09 Juni 2014

Kebanggaan Pendaki Gunung Indonesia, 26 April 1997

26 APRIL 1997 adalah hari yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Pada hari itu, putra - putra terbaik bangsa ini berhasil memancangkan Sang Saka Merah Putih di puncak Everest ( 8.848 m dpl. ), tempat paling tinggi di dunia dan sering dianggap sebagai simbol ketangguhan suatu bangsa. Di Asia Tenggara, dan di antara negara-negara yang berada di lintang tropika, Indonesia adalah negara pertama yang mampu melakukannya. Bukankah itu sebuah kebanggaan nasional?





Pada 25 Oktober 2002, saya menghadiri presentasi tentang ekspedisi itu di PUSDIKPASSUS Batujajar, Bandung. Misirin―satu dari dua anggota Tim Indonesia yang berhasil mencapai puncak Everest―hadir di sana dan mengisahkan perjalanan mahaberat itu kepada kami semua. Di akhir presentasi, Ia mengeluarkan lima buah buku berjudul “Di Puncak Himalaya Merah Putih Kukibarkan.” Saya sangat beruntung karena―dengan menjawab sebuah pertanyaan―bisa mendapatkan satu di antaranya. Dari buku itu saya mengetahui bagaimana sikap patriotik para pendaki gunung Indonesia yang rela mati demi mengangkat nama baik bangsa, meskipun beberapa tahun kemudian, perjuangan dan nama mereka ( mungkin ) terlupakan atau sama sekali belum pernah kita dengar!

Tim Ekspedisi Everest Indonesia yang merupakan gabungan dari pendaki - pendaki sipil ( Wanadri, Mapala UI, FPTI, Rakata ) dan militer ( KOPASSUS )―yang sebagian besar belum pernah melihat dan menyentuh salju―berangkat menuju Nepal pada akhir Desember 1996. Setelah beberapa hari beristirahat di Kathmandu, mereka langsung mengikuti latihan yang sekaligus merupakan seleksi untuk mereka yang akan diikutsertakan dalam pendakian Everest pada bulan Aprill 1997. Seleksi pertama dilakukan di Paldor Peak ( 5. 928 m dpl. ), dilanjutkan dengan seleksi kedua di Island Peak ( 6.189 m dpl. ). Di bawah bimbingan pelatih, Anatoli Boukreev ( 39, Rusia ), Vladimir Baskirov ( 44, Rusia ), Evgenie Vinogradsky ( 52, Rusia ), pendaki - pendaki itu belajar mengenal gunung es dan mempelajari teknik mendakinya. Kegembiraan saat pertama kali melihat hamparan es dan menginjak butir - butir salju, konon mereka ekspresikan dengan berlari - lari seperti anak - anak, duduk di atas bongkahan es, atau saling melempar dengan bubuk salju sambil berteriak - teriak.


Sangat pantas jika banyak pendaki asing yang mencibir, atau bahkan melontarkan pertanyaan sinis: benarkah orang - orang seperti ini akan mendaki Everest?  Namun, pendaki gunung Indonesia adalah orang - orang yang sangat menyadari di mana titik kelemahan mereka. Kesadaran akan keterbatasan fisik, waktu persiapan yang sangat singkat ( enam bulan ), dan pengalaman yang sangat miskin, melahirkan keputusan untuk memakai pelatih terbaik, Sherpa ( pemandu yang terdiri dari pembuka jalur, pengangkut barang, dan pemasak ) terbaik, dan peralatan pendakian terbaik di dunia. Kesadaran akan titik lemah itu ternyata dimiliki pula oleh Anatoli Boukreev yang dipilih sebagai pelatih.

Selain memahami pendaki macam apa yang akan dibimbingnya, ia pun menyadari kelemahan dirinya sendiri. Boukreev adalah pemandu gunung yang sangat handal, namun ia merasa kurang pandai dalam perkara manajemen pendakian dan kurang luwes dalam berhubungan dengan anggota tim. Konon, Ia mengakui hal itu dengan mengatakan “I wanted…..some balanche for my rather difficult personality.” Itulah yang membuatnya meminta didampingi oleh pelatih lain yang dianggap cakap.



Kesadaran - kesadaran itu, baik dalam diri pendaki Indonesia maupun pelatihnya, ternyata mampu melahirkan keputusan - keputusan dan strategi tepat yang mengantarkan mereka meraih puncak.  Waktu yang sedikit itu terus mereka gunakan untuk berlatih, mendongkrak kualitas fisik dan teknik dengan dilandasi semangat yang terus berkobar. Mereka tahu bahwa sebuah tim ekspedisi Everest negara lain, yang terdiri dari pendaki - pendaki profesional, biasanya memerlukan waktu sekitar dua tahun untuk berlatih, seperti halnya Malaysia yang pada saat itu juga tengah mempersiapkan pendakiannya.

Tercatatnya Malaysia sebagai salah satu tim ekspedisi di musim pendakian 1997 kian memperbesar tekad.  Dalam ekspedisi ini, Tim Indonesia dibagi menjadi dua: tim yang mendaki dari jalur selatan ( Nepal ), dan tim yang mendaki dari jalur utara ( Tibet ). Tim selatan terdiri dari 10 pendaki, 2 pendukung, 3 pelatih dan 20 Sherpa. Sedangkan tim utara terdiri dari 6 pendaki, 2 pendukung, 1 pelatih ( Riszhard Pawlowsky ( 44 ), Polandia ) dan 15 Sherpa. Dengan dua tim dari dua jalur yang berbeda, peluang keberhasilan Indonesia menjadi lebih terbuka. Mengapa? Hal yang paling ditakuti pendaki - pendaki Everest adalah badai dahsyat yang dikenal sebagai Jet Stream Wind, dinamakan demikian karena suaranya konon menderu - deru bagai raungan pesawat jet dengan kecepatan mencapai 100 mil per jam.

Badai ini akan menyebabkan suhu udara berubah drastis dan memicu terjadinya longsoran salju ( avalanche ). Sejarah mencatat, jika jalur selatan dihantam badai, maka jalur utara biasanya aman. Demikian pula sebaliknya. Maka Tim Indonesia berharap bisa mencuri sukses di antara dua jalur itu: kelak kita tahu bahwa badai dahsyat menghentikan pendakian Tim Utara―yang dimotori Gunawan Ahmad “Ogun” dari Wanadri )―pada ketinggian 248 meter di bawah puncak Everest. Tim Selatan menginjakkan kaki di Base Camp Everest ( 5.300 m ) pada 18 Maret 1997, dan segera memulai masa aklimatisasi, yaitu penyesuaian diri dengan suhu udara yang sangat ekstrim.  

Base Camp Everest masih kosong, tim - tim negara lain belum ada karena waktu favorit pendakian memang belum tiba. Dengan demikian, Tim Indonesia menjadi tim pertama yang mendaki Everest di musim pendakian 1997, ketika salju masih sangat tebal karena musim dingin baru saja akan berakhir. Selama dua minggu, mereka melakukan pendakian secara bertahap ke Camp I ( 6.100 m ), Camp II ( 6.500 m ), Camp III ( 7.300 m ) dan Camp IV ( 7.980 m ). Semakin ke atas, pendakian semakin berat karena kadar oksigen semakin tipis, sedangkan nafsu makan hampir hilang sama sekali.

Tanpa proses aklimatisasi yang memadai, para pendaki bisa cepat terkena penyakit ketinggian. Ada dua jenis penyakit ketinggian yang sangat berbahaya, yaitu High Altitude Pulmonary Edema / HAPE ( pembengkakan paru - paru akibat ketinggian ) dan High Altitude Cerebral Edema / HACE ( pembengkakan otak akibat ketinggian ). Selain itu, ada pula resiko gigitan salju ( frosbite ) yang bisa memaksa seorang pendaki kehilangan jari - jari kaki dan tangannya. Setelah hampir mencapai Camp IV, dan masa aklimatisasi dianggap cukup, Tim Selatan turun ke ketinggian 3. 867 meter untuk melakukan pemulihan ( recovery ) selama dua minggu, sebelum memulai summit attack ( pendakian ke puncak ) mulai 22 April 1997.



Berdasarkan pemantauan dan ranking yang dibuatnya selama masa aklimatisasi, ketiga pelatih itu memutuskan bahwa hanya tiga orang yang akan mendapat kesempatan mendaki ke puncak Everest, dan ketiganya merupakan pendaki militer. Dengan demikian, setiap pendaki langsung didampingi oleh seorang pelatih. Ini dianggap penting mengingat para pendaki Indonesia bukanlah pendaki gunung profesional. Keputusan ini tentu saja sangat mengecewakan para pendaki sipil, terutama mereka yang masih merasa sanggup, seperti Galih Donikara ( Wanadri ) dan Ripto Mulyono ( Mapala UI ). Di saat - saat seperti inilah kekuatan sebuah tim ekspedisi diuji.

Obsesi individu yang menggebu - gebu harus ditekan dan direlakan demi keberhasilan tim. Siapa yang tak ingin mencapai puncak setelah perjuangan yang begitu berat dan puncak sudah sangat dekat? Tetapi, dengan besar hati mereka bisa menerima kenyataa ini. Ripto Mulyono mengatakan bahwa “secara pribadi saya kecewa. Tapi saya menekan kekecewaan itu dengan berpikir lebih luas, bahwa ini demi merah putih!” Ketika kita bergulung dalam selimut hangat dan kasur empuk pada dinihari 26 April 1997, Lettu Iwan Setiawan ( 29 th, Komandan Tim Selatan ), Sertu Misirin ( 31 ) dan Pratu Asmujiono ( 25 ), didampingi oleh Anatoli Boukreev, Vladimir Baskirov, Evgenie Vinogradsky, Appa Sherpa dan Dawa Nuru Sherpa, tertatih-tatih meninggalkan Camp IV di South Col ( 7.980 m ). Mereka mulai memasuki ketinggian 8.000 meter yang dikenal sebagai zona kematian ( dead zone ). Langkah mereka menjadi sangat berat karena salju yang tebal membenam setinggi lutut, suhu udara pagi itu sekitar -300 Celcius.

Mereka telah menggunakan tabung oksigen agar tetap bisa bernafas di ketinggian itu, masing - masing membawa dua tabung saat merambah lereng bersalju dengan kemiringan 75 - 80 derajat. Sebagai tim pertama yang mendaki pada musim itu, tim merekalah yang harus memasang lintasan tali menuju puncak, karena lintasan pendakian musim sebelumnya sudah rapuh dan terkubur salju. Dengan kondisi fisik yang kian menghawatirkan, perjalanan mereka menjadi semakin lamban. Ketiga pendaki Indonesia itu diperkirakan mencapai puncak pada pukul 15.00: waktu yang sangat terlambat, dan kemungkinan tersapu badai pada perjalanan turun menjadi sangat besar!

Batas toleransi pencapaian puncak Everest adalah pukul 13.00. Puncak Everest sendiri bukanlah tempat yang nyaman bagi seorang manusia. Dalam buku Into Thin Air, Jon Krakauer memberi gambaran dengan menulis bahwa “pada ketinggian troposfer 29.028 kaki, sangat sedikit oksigen yang bisa masuk ke dalam otakku sehingga kapasitas mentalku sama dengan kapasitas mental seorang anak yang terbelakang. Dalam kondisi seperti itu aku hampir tidak bisa merasakan apa - apa kecuali rasa dingin dan lapar.”Pada pukul 15.30, 26 April 1997, Pratu Asmujiono meneriakkan kalimat takbir ( Allahuakbar ) sambil menangis dan memeluk tripod yang merupakan penanda puncak Everest ( 8.848 m ).

Ia kemudian mengibarkan Merah Putih dan menyanyikan lagu Padamu Negeri, mengabaikan perintah Anatoli Boukreev yang menyuruhnya segera turun. Ketika Boukreev mangambil potret, Asmujiono membuka masker oksigennya: dalam gambar ia terlihat berdiri tegak di samping tripod Everest dengan memakai “baret merah,” kedua tangannya memegang bendera Indonesia. Pendakian Misirin terhenti karena ia terjatuh dan pingsan beberapa meter sebelum tripod, sedangkan Iwan Setiawan terhenti beberapa meter di bawah Misirin. Meskipun tidak sempat menyentuh tripod, Misirin dianggap telah mencapai puncak dan berhak memperoleh sertifikat sebagai summiter (orang yang berhasil mencapai puncak) Everest.

Bagi Warga Indonesia dan Asia Tenggara, Asmujiono dan Misirin merupakan orang pertama dan kedua yang bisa mencapai tempat itu. Dan dalam daftar summiter Everest, nama mereka tercatat pada urutan ke - 662 dan 663. Terlambat sampai di puncak berarti harus siap menghadapi badai dalam perjalanan turun. Dan jika badai itu datang, jarang ada yang bisa selamat dari amukannya. Kenyataan inilah yang dihadapi tiga putra terbaik bangsa Indonesia yang belum selesai berjuang saat itu.

Setahun sebelumnya, 10 Mei 1996, amukan Jet Stream Wind menewaskan beberapa pendaki yang tergabung dalam Adventure Consultant Guided Expedition dan Mountain Madness Guided Expedition dalam perjalanan turun yang terlambat. Kedua pemimpin dari dua tim ekspedisi itu―Rob Hall ( Selandia Baru ) dan Scott Fischer ( USA )―tewas bersama beberapa anggota timnya: Andy Harris ( Selandia Baru ), Doug Hansen ( USA ), Yasuko Namba ( Jepang ).

Pada musim itu, ada pula beberapa pendaki dari tim lain yang meninggal sebelum dan sesudah 10 Mei. Karena banyaknya korban tersebut ( 12 orang ), musim pendakian 1996 sering disebut sebagai “Everest 1996 Dissaster.” Tragedi tersebut tentu saja masih membayangi Anatoli Boukreev yang kini harus bertanggungjawab atas keselamatan Tim Indonesia, karena saat tragedi itu terjadi, ia berperan sebagai pemandu dalam Tim Mountain Madness. Kala itu Boukreev nekad menembus badai dan berhasil menyelamatkan beberapa nyawa, tindakannya kelak dikenal orang sebagai “the amazing rescue.”Untungnya strategi pendakian Tim Indonesia telah disusun dengan mempertimbangkan hal paling buruk sekalipun. Berbeda dengan tim ekspedisi lain―yang akan langsung turun ke Camp IV setelah mencapai puncak―Tim Indonesia menyiapkan Emergency Camp di ketinggian 8.500 m.

Sejak awal memang telah diperkirakan bahwa mereka tidak akan mampu turun langsung ke Camp IV. Meskipun memang tepat, keputusan untuk bermalam di ketinggian 8.500 meter merupakan hal baru yang dianggap gila dan tidak masuk akal.  Di Emergency Camp yang hanya terdiri dari sebuah tenda berukuran 1×1,25 meter, tiga pendaki Indonesia dan tiga pelatihnya berdesakan melewati malam yang sangat mencekam. Semua Sherpa sudah kembali ke Camp IV, karena tidak mau menanggung risiko untuk bermalam di zona kematian.

Dua tabung oksigen yang ada di sana, yang sudah habis sebelum pagi tiba, digunakan bergiliran oleh Asmujiono, Misirin dan Iwan Setiawan. Melihat kondisi mereka yang demikian menderita, para pelatih tak lagi menggunakannya. Atas kehendak Tuhan, mereka mampu bertahan hidup di malam yang hampir mustahil dilalui itu. Keesokan harinya mereka melanjutkan perjalanan turun menuju Base Camp, dan tiba di sana pada 30 April 1997. Padahal saat mereka bermalam di Emergency Camp, pendaki - pendaki lain telah menganggap mereka tidak akan pernah kembali lagi.

Di Base Camp, putra - putra Indonesia yang mengawali pendakian di tengah kesangsian dan cibiran itu disambut meriah bagai pahlawan yang baru saja memenangkan pertempuran. Beberapa surat kabar terkenal di Nepal―seperti juga koran - koran di Indonesia―beramai - ramai memberitakan keberhasilan mereka. Sebuah mitos bahwa “orang - orang tropik yang miskin pengalaman mendaki gunung es tak mungkin mencapai puncak Everest” telah runtuh di tangan Indonesia! Keberhasilan itu sangat pantas dikenang! Dari mereka kita bisa belajar tentang betapa pentingnya semangat, kerja keras, pengorbanan, ketabahan, keyakinan, mawas diri, profesionalisme, kebersamaan serta keikhlasan dalam mewujudkan suatu tujuan.



Dan di atas semua itu, kita harus menyadari bahwa Tuhan telah mengatur segalanya, kita hanya bisa berserah diri dan berdoa. Nilai - nilai itulah yang diperlukan bangsa ini untuk bangkit dari keterpurukan dan mendaki ke puncak kejayaan. Keberhasilan pendakian Everest di Himalaya harus menjadi motivator bagi keberhasilan pendakian “Everest-Everest” lain yang menjulang tinggi dalam kehidupan kita. Ada baiknya jika mengingat dan merenungkan kembali apa yang pernah dikatakan Walter Bonatti ( Italia ): “aku percaya bahwa alam memiliki pelajaran dan dapat mengajar kita. Karena itu aku percaya bahwa gunung dengan segala keindahannya serta hukum - hukumnya merupakan sekolah yang terbaik bagi manusia.” 

Jumat, 06 Juni 2014

Pendaki Yang Hilang di Mahameru Sudah Diketemukan

MALANG- Seorang pendaki yang hilang di Gunung Semeru,
akhirnya ditemukan selamat oleh Tim Search and Rescue (SAR)
Gabungan. Pendaki bernama Aziz Aminudin, 23 tahun, asal
Kabupaten Tegal tersebut ditemukan di daerah Tawon Songo,
Kecamatan Senduro, Lumajang dalam keadaan lemas.
“Alhamdulillah, survivor (korban) bernama Aziz Aminudin kami
temukan selamat sekitar pukul 10.00 tadi (kemarin) di daerah
Tawon Songo Senduro,” ujar dedengkot tim SAR Mahameru,
Heru Soekarno.
Dia menjelaskan, korban ditemukan sekitar tujuh kilometer dari
area Blank 75 tempat yang diperkirakan korban hilang
sebelumnya. Saat ditemukan, korban dalam keadaan sadar dan
sedang tiduran di bawah pohon karena kondisinya lemas. Selain
itu, bekal yang dibawa korban berupa satu botol air sudah habis.
“Setelah ditemukan, kami mengevakuasinya ke Pos Pendakian
Tawon Songo menggunakan tandu,” terangnya.
Proses evakuasi sendiri membutuhkan waktu sekitar satu jam
dan berjalan lancar. Lantaran cuaca saat itu mendukung untuk
dilakukannya proses evakuasi. Selain itu, tempat ditemukan
korban jaraknya dekat dengan Pos Tawon Songo. Dari pos itu,
korban dibawa ke RS Bhayangkara Lumajang untuk
mendapatkan perawatan yang insentif. Masih kata Heru, korban
bertahan hidup karena memanfaatkan bekal sisa yang
dibawanya. Yakni satu botol air mineral dan beberapa potong
roti untuk dia makan selama tersesat.
“Menurut korban setelah bekalnya habis, dia minum air yang
ditemuinya. Kata survivor, juga sempat makan buah yang
katanya seperti cheri dan bentuknya kecil,” urai dia. Sementara
itu, Kepala Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
(TNBTS), Ayu Dewi Untari bersyukur korban dapat ditemukan
dalam keadaan selamat. Selanjutnya, dia mengimbau kepada
seluruh pendaki Gunung Semeru supaya mematuhi peraturan.
Utamanya mematuhi tempat yang menjadi batasan pendakian. (Gambar Mas Aziz ketika sudah di evakuasi, memakai celana merah) 

Sumber : www.malang-post.com/metro-raya/87460-pendaki-semeru-tersesat-ditemukan-selamat


Rabu, 04 Juni 2014

Pencarian Pendaki Hilang Di Mahameru

MALANG - Tim SAR gabungan dari Lumajang dan petugas TNBTS, serta relawan hari ini masih mencari keberadaan Aziz Aminudin (Memakai Kacamata), pendaki asal Tegal, Jawa Tengah, yang dilaporkan hilang, sejak 2 Juni 2014.

Tim SAR Gabungan dipimpin Komando Open SAR Kepala Wilayah Dua TNBTS Ahmad. Dalam pencarian, mereka berkoordinasi dengan tim advance yang berangkat lebih dulu.

"Tim sudah berangkat tadi pagi," kata Kepala Balai Besar TNBTS Ayu Dewi Utari, kepada wartawan, Rabu (4/6/2014).

Ditambahkan dia, survivor sempat bertemu dengan seorang porter di sekitar puncak Semeru, pada 2 Juni 2014, sekira pukul 09.00 WIB. Aziz sendiri berangkat bersama enam rombongan yang ngecamp di Kalimati.

Namun, dia naik ke puncak sindiri bersama rombongan lain dan meninggalkan rekan-rekannya. Tetapi saat para pendaki yang diikuti sudah turun dari puncak, dia dinyatakan hilang.

MOHON DOANYA telah hilang warga desa kami atas nama AZIZ AMINUDIN ( 23 tahun ), putra Ust. H. Syakuro, Dusun Karangsari RT 09 / RW 02, Desa Pesayangan, Kec. Talang, Kab. Tegal, Jawa Tengah, yang baru saja memperoleh Gelar S.Pd.I di Pondok Pesantren Darul Lughoh Wadda'wah, Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, dalam pendakian di GUNUNG SEMERU, Kab. Lumajang, Jawa Timur. Saat ini TIM SAR dan BPBD Lumajang sedang berupaya untuk mencari keberadaan Aziz Aminudin.
Bagi warga Lumajang dan sekitarnya atau sesama pendaki Semeru yang tahu informasi terbaru, MOHON memberi tahu kami secepatnya dengan koment di status ini atau inbox ke FB saya. Matur Nuwun.




Selasa, 03 Juni 2014

Cara Menyalakan Api Saat Hujan Di Alam Bebas

Menyalakan api untuk keperluan memasak atau membuat api unggun memang sebuah kegiatan yang menjadi wajib dilakukan saat berada di alam‬ bebas. Api‬ unggun saat hujan atau saat hawa dingin bisa untuk mencegah hipotermia‬, mengeringkan gear serta pakaian perlengkapan perjalanan petualangan‬.
Kemudian sering sobat Pendaki menemui kesulitan untuk menyalakan api saat hujan di alam bebas , tentu karena basah dan udara dingin.
Dan berikut ini Cara Menyalakan Api Saat Hujan Di Alam Bebas .
Sebelumnya persiapkan alat - alat berikut ini:

1. Pastikan tempat sobat Pendaki hendak membuat api unggun adalah legal dan tidak dilarang.
2. Masukkan Rabuk Kering kedalam tas, dan lebih dahulu di masukkan dalam Kantong Plastik Kedap Udara . Rabuk ini nantinya akan membantu sobat Pendaki untuk membakar kayu basah dengan Korek Api .
3. Korek api tahan air dan tahan angin yang ringan, juga disimpan dalam tas serta masukkan juga kedalam Plastik Kedap Udara tadi.
4. Carilah di bawah langkan berbatu atau di bawah semak - semak untuk kayu kering atau semi kering. Kumpulkan kayu yang cukup untuk menjaga api agar tetap menyala nantinya.
5. Gunakan Tinder atau Rabuk Kering atau bisa juga kayu untuk menyalakan api.
6. Pastikan sobat Pendaki memiliki banyak sumbu atau batang kecil untuk membuat api kecil anda. Hidupkan api dengan Tinder atau Rabuk Kering hingga akan menyala baik, tetapi akan terbakar sangat cepat jika sobat Pendaki tidak menambahkan sesuatu seperti kayu kering /semi kering untuk mempertahankan nyala api.
7. Sementara itu pakaian yang basah bisa diletakkan didekat api agar kering.
8. Untuk digunakan tidur, bisa di pakai bekas arang kayu yang dibakar tadi yang telah padam. Tentu ini lebih kering daripada daerah sekitar sobat Pendaki.
9. Bersabarlah dalam membuat api, tetapi tetaplah yakin. Karena kegiatan ini akan menyita banyak waktu untuk menyalakan api saat keadaan sedang hujan , tetapi dengan pilihan material yang tepat, segalanya mungkin masih bisa dilakukan.
TIPS LAIN
Untuk agar bisa mengetahui kelembaban kayu, dengan mematahkan tongkat atau ranting untuk melihat kekeringan kayu. Jika terasa garing, harus cukup kering di bagian dalamnya supaya bisa digunakan untuk membakar atau membuat api unggun . Gunakan pisau untuk meraut kayu atau ranting sampai sobat Pendaki mendapatkan bagian kayu yang kering.
Bawalah kompor backpacking yang baik dan serta gas bakar yang cukup. Jadi bahan bakar yang dibawa jadi lebih efektif, karena sobat Pendaki akan jarang memakai bahan bakar dan pada saatnya sobat Pendaki akan lebih membutuhkan api unggun di daerah tertentu, karena pada dasarnya fuel stove atau bahan bakar memang lebih efisien untuk memasak dan merebus air bukan sebagai penghangat seperti api unggun.
Jangan pernah memutuskan ranting atau cabang dari pohon berdiri, bahkan jika pohon tampaknya sudah mati.
Sebaiknya sobat Pendaki hanya menggunakan kayu yang telah jatuh di tanah karena ini termasuk perbuatan ‪‎vandalisme‬ , dan pastikan bahwa ditempat itu sobat greeners FHI diizinkan untuk mengumpulkan kayu / ranting jatuh.
Jangan biarkan api unggun menyala jika sudah tidak dipakai. Apalagi sobat greeners FHI berkemah di daerah pegunungan . Hal ini akan mengantisipasi kebakaran hutan‬ , karena perlu ratusan tahun di daerah pegunungan untuk pulih dari api.

Note : Peralatan di atas bisa sobat Pendaki dapatkan di toko - toko outdoor di dekat kota sobat Pendaki.

Senin, 02 Juni 2014

Survival 2

MATERI SURVIVAL
Dalam melakukan perjalanan di Alam terbuka, seorang Petualang perlu membekali diri
dengan pengetahuan SURVIVAL. Survival berasal dari kata survive yang berarti mampu
mempertahankan diri dari keadaan tertentu .dalam hal ini mampu mempertahankan diri
dari keadaan yang buruk dan kritis. Survivor adalah orang yang sedang mempertahankan
diri dari keadaan yang buruk.
Mengapa Ada Survival ?
Timbulnya kebutuhan survival karena adanya usaha manusia untuk keluar dari kesulitan
yang dihadapi. Kesulitan-kesulitan tsb antara lain : Keadaan alam (cuaca dan medan),
Keadaan mahluk hidup disekitar kita (binatang dan tumbuhan), Keadaan diri sendiri
(mental, fisik, dan kesehatan), Banyaknya kesulitan-kesulitan tsb biasanya timbul akibat
kesalahan-kesalahan kita sendiri.
Dalam keadan tersebut ada beberapa faktor yang menetukan seorang Survivor mampu
bertahan atau tidak., antara lain : mental ,kurang lebih 80% kesiapan kita dalm survival
terletak dari kesiapan mental kita.
Timbulnya kebutuhan survival karena adanya usaha manusia untuk keluar dari kesulitan
yang dihadapi. Kesulitan-kesulitan tsb antara lain :
• Keadaan alam (cuaca dan medan)
• Keadaan mahluk hidup disekitar kita (binatang dan tumbuhan)
• Keadaan diri sendiri (mental, fisik, dan kesehatan)
Banyaknya kesulitan-kesulitan tsb biasanya timbul akibat kesalahan-kesalahan kita
sendiri.
Definisi Survival
Arti survival sendiri terdapat berbagai macam versi, yang akan kita bahas di sini hanyalah
menurut versi pencinta alam
S : Sadar dalam keadaan gawat darurat
U : Usahakan untuk tetap tenang dan tabah
R : Rasa takut dan putus asa hilangkan
V : Vitalitas tingkatkan
I : Ingin tetap hidup dan selamat itu tujuannya
V : Variasi alam bisa dimanfaatkan
A : Asal mengerti, berlatih dan tahu caranya
L : Lancar, slaman, slumun, slamet
Jika anda tersesat atau mengalami musibah, ingat-ingatlah arti survival tsb, agar dapat
membantu anda keluar dari kesulitan. Dan yang perlu ditekankan jika anda tersesat yaitu
istilah “STOP” yang artinya :
S : Stop & seating / berhenti dan duduklah
T : Thingking / berpikirlah
O : Observe / amati keadaan sekitar
P : Planning / buat rencana mengenai tindakan yang harus dilakukan
Kebutuhan survival
Yang harus dipunyai oleh seorang survivor
1. Sikap mental
- Semangat untuk tetap hidup
- Kepercayaan diri
- Akal sehat
- Disiplin dan rencana matang
- Kemampuan belajar dari pengalaman
2. Pengetahuan
- Cara membuat bivak
- Cara memperoleh air
- Cara mendapatkan makanan
- Cara membuat api
- Pengetahuan orientasi medan
- Cara mengatasi gangguan binatang
- Cara mencari pertolongan
3. Pengalaman dan latihan
- Latihan mengidentifikasikan tanaman
- Latihan membuat trap, dll
4. Peralatan
- Kotak survival
- Pisau jungle , dll
5. Kemauan belajar
Langkah yang harus ditempuh bila anda/kelompok anda tersesat :
• Mengkoordinasi anggota
• Melakukan pertolongan pertama
• Melihat kemampuan anggota
• Mengadakan orientasi medan
• Mengadakan penjatahan makanan
• Membuat rencana dan pembagian tugas
• Berusaha menyambung komunikasi dengan dunia luar
• Membuat jejak dan perhatian
• Mendapatkan pertolongan
Bahaya-bahaya dalam survival
Banyak sekali bahaya dalam survival yang akan kita hadapi, antara lain :
1. Ketegangan dan panik
Pencegahan :
- Sering berlatih
- Berpikir positif dan optimis
- Persiapan fisik dan mental
2. Matahari / panas
- Kelelahan panas
- Kejang panas
- Sengatan panas
Keadaan yang menambah parahnya keadaan panas :
- Penyakit akut/kronis
- Baru sembuh dari penyakit
- Demam
- Baru memperoleh vaksinasi
- Kurang tidur
- Kelelahan
- Terlalu gemuk
- Penyakit kulit yang merata
- Pernah mengalami sengatan udara panas
- Minum alkohol
- Dehidrasi
Pencegahan keadaan panas :
- Aklimitasi
- Persedian air
- Mengurangi aktivitas
- Garam dapur
- Pakaian :
- Longgar
- Lengan panjang
- Celana pendek
- Kaos oblong
3. Serangan penyakit
- Demam
- Disentri
- Typus
- Malaria
4. Kemerosotan mental
Gejala : Lemah, lesu, kurang dapat berpikir dengan baik, histeris
Penyebab : Kejiwaan dan fisik lemah
Keadaan lingkungan mencekam
Pencegahan : Usahakan tenang
Banyak berlatih
5. Bahaya binatang beracun dan berbisa
Keracunan
Gejala : Pusing dan muntah, nyeri dan kejang perut, kadang-kadang
mencret, kejang-kejang seluruh badan, bisa pingsan.
Penyebab : Makanan dan minuman beracun
Pencegahan : Air garam di minum
Minum air sabun mandi panas
Minum teh pekat
Di tohok anak tekaknya
6. Keletihan amat sangat
Pencegahan : Makan makanan berkalori
Membatasi kegiatan
7. Kelaparan
8. Lecet
9. Kedinginan
Untuk penurunan suhu tubuh 30° C bisa menyebabkan kematian
Membuat Bivak (Shelter)
Tujuan : untuk melindungi dari angin, panas, hujan, dingin
Macam :
a. Shelter asli alam
Gua : Bukan tempat persembunyian binatang
Tidak ada gas beracun
Tidak mudah longsor
b. Shelter buatan dari alam
c. Shelter buatan
Syarat bivak :
Hindari daerah aliran air
Di atas shelter tidak ada dahan pohon mati/rapuh
Bukan sarang nyamuk/serangga
Bahan kuat
Jangan terlalu merusak alam sekitar
Terlindung langsung dari angin
Mengatasi Gangguan Binatang
a. Nyamuk
• Obat nyamuk, autan, dll
• Bunga kluwih dibakar
• Gombal dan minyak tanah dibakar kemudian dimatikan sehingga asapnya bisa mengusir
nyamuk
• Gosokkan sedikit garam pada bekas gigitan nyamuk
b. Laron
• Mengusir laron yang terlalu banyak dengan cabe yang digantungkan
c. Lebah
Apabila disengat lebah :
• Oleskan air bawang merah pada luka berkali-kali
• Tempelkan tanah basah/liat di atas luka
• Jangan dipijit-pijit
• Tempelkan pecahan genting panas di atas luka
d. Lintah
Apabila digigit lintah :
• Teteskan air tembakau pada lintahnya
• Taburkan garam di atas lintahnya
• Teteskan sari jeruk mentah pada lintahnya
• Taburkan abu rokok di atas lintahnya
e. Semut
• Gosokkan obat gosok pada luka gigitan
• Letakkan cabe merah pada jalan semut
• Letakkan sobekan daun sirih pada jalan semut
f. Kalajengking dan lipan
• Pijatlah daerah sekitar luka sampai racun keluar
• Ikatlah tubuh di sebelah pangkal yang digigit
• Tempelkan asam yang dilumatkan di atas luka
• Bobokkan serbuk lada dan minyak goreng pada luka
• Taburkan garam di sekeliling bivak untuk pencegahan
g. Ular
Pembahasan lebih lanjut dalam materi EMC
Membuat Perangkap (Trap)
Macam-macam trap :
• Perangkap model menggantung
• Perangkap tali sederhana
• Perangkap lubang jerat
• Perangkap menimpa
• Apace foot share
Bahan :
• tali/kawat
• Umpan
• Batang kayu
• Cabang pohon
Membaca Jejak
Jenis :
• Jejak buatan : dibuat oleh manusia
• Jejak alami : tanda jejak sebagai tanda keadaan lingkungan
Jejak alami biasanya menyatakan tentang :
• Jenis binatang yang lewat
• Arah gerak binatang
• Besar kecilnya binatang
• Cepat lambatnya gerak binatang
Membaca jejak alami dapat diketahui dari :
• Kotoran yang tersisa
• Pohon atau ranting yang patah
• Lumpur atau tanah yang tercecer di atas rumput
Air
Seseorang dalam keadaan normal dan sehat dapat bertahan sekitar 20 – 30 hari tanpa
makan, tapi orang tsb hanya dapat bertahan hidup 3 - 5 hari saja tanpa air.
Air yang tidak perlu dimurnikan :
1. Hujan
Tampung dengan ponco atau-daun yang lebar dan alirkan ke tempat penampungan
2. Dari tanaman rambat/rotan
Potong setinggi mungkin lalu potong pada bagian dekat tanah, air yang menetes dapat
langsung ditampung atau diteteskan ke dalam mulut
3. Dari tanaman
Air yang terdapat pada bunga (kantung semar) dan lumut
Air yang harus dimurnikan terlebih dahulu :
1. Air sungai besar
2. Air sungai tergenang
3. Air yang didapatkan dengan menggali pasir di pantai (+ 5 meter dari batas pasang
surut)
4. Air di daerah sungai yang kering, caranya dengan menggali lubang di bawah batuan
5. Air dari batang pisang, caranya tebang batang pohon pisang, sehingga yang tersisa
tinggal bawahnya lalu buat lubang maka air akan keluar, biasanya dapat keluar sampai 3
kali pengambilan
Makanan
Patokan memilih makanan :
• Makanan yang di makan kera juga bisa di makan manusia
• Hati-hatilah pada tanaman dan buah yang berwarna mencolok
• Hindari makanan yang mengeluarakan getah putih, seperti sabun kecuali sawo
• Tanaman yang akan dimakan di coba dulu dioleskan pada tangan-lengan-bibir-lidah,
tunggu sesaat. Apabila aman bisa dimakan
• Hindari makanan yang terlalu pahit atau asam Hubungan air dan makanan
• Untuk air yang mengandung karbohidrat memerlukan air yang sedikit
• Makanan ringan yang dikemas akan mempercepat kehausan
• Makanan yang mengandung protein butuh air yang banyak
Tumbuhan yang dapat dimakan
Dari batangnya :
• Batang pohon pisang (putihnya)
• Bambu yang masih muda (rebung)
• Pakis dalamnya berwarna putih
• Sagu dalamnya berwarna putih
• Tebu
Dari daunnya :
• Selada air
• Rasamala (yang masih muda)
• Daun mlinjo
• Singkong
Akar dan umbinya :
• Ubi jalar, talas, singkong
Buahnya :
• Arbei, asam jawa, juwet
Tumbuhan yang dapat dimakan seluruhnya :
• Jamur merang, jamur kayu
Ciri-ciri jamur beracun :
• Mempunyai warna mencolok
• Baunya tidak sedap
• Bila dimasukkan ke dalam nasi, nasinya menjadi kuning
• Sendok menjadi hitam bila dimasukkan ke dalam masakan
• Bila diraba mudah hancur
• Punya cawan/bentuk mangkok pada bagian pokok batangnya
• Tumbuh dari kotoran hewan
• Mengeluarkan getah putih
Binatang yang bisa dimakan
• Belalang
• Jangkrik
• Tempayak putih (gendon)
• Cacing
• Jenis burung
• Laron
• Lebah , larva, madu
• Siput
• Kadal : bagian belakang dan ekor
• Katak hijau
• Ular : 1/3 bagian tubuh tengahnya
• Binatang besar lainnya
Binatang yang tidak bisa dimakan
• Mengandung bisa : lipan dan kalajengking
• Mengandung racun : penyu laut
• Mengandung bau yang khas : sigung
Api
Bila mempunyai bahan untuk membuat api, yang perlu diperhatikan adalah jangan
membuat api terlalu besar tetapi buatlah api yang kecil beberapa buah, hal ini lebih baik
dan panas yang dihasilkan merata.
1. Dengan lensa / Kaca pembesar
Fokuskan sinar pada satu titik dimana diletakkan bahan yang mudah terbakar.
2. Gesekan kayu dengan kayu.
Cara ini adalah cara yang paling susah, caranya dengan menggesek-gesekkan dua buah
batang kayu sehingga panas dan kemudian dekatkan bahan penyala, sehingga terbakar
3. Busur dan gurdi
Buatlah busur yang kuat dengan mempergunakan tali sepatu atau parasut, gurdikan kayu
keras pada kayu lain sehingga terlihat asap dan sediakan bahan penyala agar mudah
tebakar.
Bahan penyala yang baik adalah kawul terdapat pada dasar kelapa, atau daun aren
Survival kit
Ialah perlengkapan untuk survival yang harus dibawa dalam perjalanan :
• Perlengkapan memancing
• Pisau
• Tali kecil
• Senter
• Cermin suryakanta, cermin kecil
• Peluit
• Korek api yang disimpan dalam tempat kedap air
• Tablet garam, norit
• Obat-obatan pribadi
• Jarum + benang + peniti
• dll