Minggu, 07 September 2014

Navigasi


PENDAHULUAN
Sebagai penggiat kegiatan alam bebas, pengetahuan tentang medan merupakan sebuah modal yang harus dimiliki. Pengetahuan penguasaan medan akan mempermudah kita untuk mencapai tujuan tertentu dan target tertentu dalam kegiatan alam bebas. Selain itu, penguasaan medan ini juga dapat berguna dalam kegiatan-kegiatan kemanusiaan. Untuk pelaksanaan tugas SAR, evakuasi, dll. Pengetahuan tentang medan ini antara lain meliputi survival, teknik hidup di alam bebas, dan navigasi darat. Selain mungkin ada bebarapa materi pendukung seperti perencanaan perjalanan, kesehatan perjalanan, komunikasi lapangan, pengetahuan geologi, pengetahuan lingkungan, dll.

PENGERTIAN
Menurut penjelasan pada “Diklat SAR”, navigasi darat adalah penentuan posisi dan arah perjalanan baik di medan sebenarnya maupun pada peta. Berkaitan dengan pengertian tersebut, pemahaman tentang kompas dan peta serta cara penggunaannya mutlak harus dikuasai.

PETA
Peta merupakan penggambaran dua dimensi pada bidang datar dari sebagian atau seluruh permukaan bumi yang dilihat dari atas, dan diperkecil atau diperbesar dengan perbandingan tertentu. Peta yang diperlukan untuk keperluan navigasi darat adalah peta topografi atau peta kontur. Peta topografi memetakan tempat-tempat di permukaan bumi yang berketinggian sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis-garis kontur, dengan satu garis kontur mewakili satu ketinggian.

Bagian-Bagian Peta

1. Judul Peta
Merupakan lokasi yang ditunjukkan oleh peta bersangkutan. Judul peta tertera di bagian atas tengah peta.

2. Nomor Peta
Nomor peta merupakan nomor registrasi dari badan pembuat peta. Selain itu juga sebagai petunjuk apabila kita memerlukan peta daerah lain di sekitar daerah yang dipetakan tersebut. Nomor peta terdapat di sebelah kanan atas peta.

3. Koordinat Peta
Koordinat adalah kedudukan suatu titik pada peta. Koordinat ditentukan dengan sistem sumbu yaitu garis-garis yang saling berpotongan tegak lurus (garis bujur dan lintang). Sistem koordinat mengenal penomoran dengan 4 angka atau 6 angka. Untuk daerah yang luas dipakai penomoran 4 angka, dan untuk daerah yang lebih sempit dengan penomoran 6 angka.

4. Kontur
Merupakan garis khayal yang menghubungkan titik-titik ketinggian sama dari permukaan laut. Sifat-sifat garis kontur antara lain :
a. Merupakan penunjuk ketinggian tertentu (pada peta biasanya tercantum nilai ketinggiannya)
b. Garis kontur dengan ketinggian lebih rendah selalu mengelilingi garis kontur lebih tinggi, kecuali untuk medan khusus seperti kawah
c. Garis kontur tidak pernah saling berpotongan
d. Beda ketinggian antara dua garis kontur adalah tetap, walaupun kerapatannya berubah-ubah
e. Daerah datar memiliki kontur yang renggang, sedangkan daerah terjal memiliki kontur yang rapat
f. Punggungan gunung/bukit terlihat di peta sebagai rangkaian kontur berbentuk huruf “U” yang ujungnya melengkung menjauhi puncak
g. Lembah terlihat di peta sebagai rangkaian kontur berbentuk “V” yang ujungnya tajam dan menjorok ke puncak

6. Skala Peta
Merupakan perbandingan antara jarak pada peta dengan jarak horizontal di lapangan.
Contoh :
1 : 25.000 berarti 1 cm jarak pada peta mewakili 25.000 cm jarak sebenarnya
1 : 50.000 berarti 1 cm jarak pada peta mewakili 50.000 cm jarak sebenarnya

7. Tahun Peta
Menunjukkan tentang tahun pembuatan peta tersebut. Semakin baru tahun peta, maka data pada peta tersebut semakin akurat

8. Legenda Peta
Memuat keterangan-keterangan pada peta. Misalnya jalan, sungai, pemukiman, dll

KOMPAS
Merupakan penunjuk arah mata angin dengan ketentuan sudut derajat dari arah utara magnetis bumi. Kompas yang biasa digunakan untuk keperluan navigasi darat adalah kompas bidik dan kompas orienteering.

MENGENAL TANDA MEDAN
Kemampuan mengenal tanda medan sangatlah mutlak untuk dikuasai jika kita hendak melakukan navigasi darat. Tanda-tanda medan dapat dijadikan acuan untuk penentuan lokasi dan pengenalan medan supaya arah perjalanan tidak melenceng hingga terjadi hal-hal buruk seperti tersesat. Tanda-tanda medan dapat dikenali dari bentang alam yang ada di sekitar, misalnya punggungan, puncak bukit, jalan setapak, jalan raya, sungai, tebing, muara, delta, anak sungai, pemukiman, daerah tertentu,

Navigasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk menentukan posisi dan arah. Apabila akan melakukan perjalanan ke kawasan hutan atau pun ke daerah pegunungan yang belum kita kenali maka kita wajib menguasai dahulu teknik dasar navigasi darat. Dengan menguasai teknik navigasi darat kita akan lebih yakin akan jalur yang ditempuh dan juga menghindarkan dari tersesat di tengah hutan.
Ilmu navigasi darat meliputi 3 teknik yaitu :
  1. Teknik Dasar Peta
  2. Teknik Dasar Kompas
  3. Teknik Dasar Orientasi Medan
  1. 1. TEKNIK DASAR PETA
Peta adalah gambar seluruh atau sebagian dari permukaan bumi yang diproyeksikan ke dalam suatu bidang datar dengan perbandingan tertentu (skala).
1.1. Garis Paralel dan Meridian Peta
Dengan anggapan bahwa bumi itu berbentuk bulat lonjong/elips maka dibuatkanlah sebuah sitem jaring yang didasarkan pada garis khayal yang dibuat menembus bumi dari kedua kutubnya, yaitu kutub utara dan kutub selatan. Semua garis tersebut merupakan garis lingkaran/paralel dan garis membujur/meridian. Garis yang melintang/paralel membagi bumi menjadi dua bagian, yaitu bagian utara yang disebut lintang utara dan bagian selatan disebut lintang selatan. Ditengah kedua bagian ini terdapat garis yang membaginya yaitu garis khatulistiwa yang berfungsi sebagai poros pembagi kedua bagian bumi utara dan bumi selatan. Adapun garis meridian juga membagi bagian timur atau disebut bujur timur dan bagian barat yang disebut bujur barat. Yang menjadi garis meridian 0° nya adalah garis khayal paralel dan meridian yang melintasi kota Greenwich. Kedua garis khayal paralel dan meridian ini selalu dinyatakan dalam ukuran derajat.
Contoh cara penulisan dan pembacaan garis paralel dan garis meridian sebagai berikut :
Ditulis : 1°60’60” ( “satu derajat, enam puluh menit, enam puluh detik” )
1.2. Jenis Peta
Sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan No. 143 tahun 1974, jenis peta terdiri dari :
  • Peta Kelas Hutan skala 1 : 25.000
  • Peta Bonita skala 1 : 25.000
  • Peta Baku skala 1 : 10.000
  • Peta Perusahaan skala 1 : 10.000
  • Peta Letak Hutan skala 1 : 100.000/1 : 200.000
  • Peta Kelas Perusahaan skala 1 : 100.000/1 : 200.000
  • Peta Resort Polisi Hutan skala 1 : 100.000/1 : 200.000
  • Peta Tanah/Hujan BOERAMA skala 1 : 100.000/1 : 200.000
  • Peta Hujan Dr. FERGUSON skala 1 : 100.000/1 : 200.000
  • Peta Geologi skala 1 : 100.000/1 : 200.000
  • Peta Jalan Angkutan skala 1 : 100.000/1 : 200.000
  • Peta Detail Tinjau Tanah skala 1 : 5.000/1 : 10.000
Sedangkan untuk kalangan militer menggunakan jenis peta topografi (skala 1 :10.000/1: 5.000) karena mempunyai banyak keistimewaan yaitu relief permukaan bumi, hutan, pemukiman, jaringan jalan, sungai, sawah dan lainnya.
1.3. Bagian – Bagian Sebuah Peta
ü  Judul Peta :
Menunjukan lokasi yang dimaksud peta tersebut dan biasanya terletak di bagian tengah atas dari peta. Pada beberapa peta cetakan baru judul peta terletak di sebelah kanan atas bagian peta.

ü  Keterangan Pembuatan Peta :
Setiap peta terutama peta topografi selalu mencamtumkan data tahun pembuatannya karena sangat diperlukan untuk menghitung sudut variasi magnetisnya. Kutub magnetis selalu berubah setiap tahunnya. Ini disebabkan oleh rotasi bumi. Di Indonesia biasanya kutub magnetis peta topografinya selalu bergeser ke arah timur, variasi ini dinamakan ‘deklinasi’ dan sangat berpengaruh terhadap perhitungan dalam menggunakan peta dan kompas.

ü  Nama Pembuat Peta :
Biasanya tercantum di bawah kolom legenda peta.

ü  Nomor Peta :
Nomor peta berguna untuk memudahkan kita mencari suatu peta.

ü  Skala Peta :
Adalah perbandingan jarak mendatar antara 2 titik pada peta terhadap jarak mendatar di lapangan. Contoh skala 1 : 25.000 artinya adalah pada peta berjarak 1 cm maka jarak sebenarnya dilapangan 250 meter.
Rumus (skala = jarak di peta : jarak dilapangan)

ü  Legenda Peta :
Legenda peta adalah gambar bagian-bagian medan atau benda-benda medan yang di gambarkan dengan tanda-tanda tertentu yang mempunyai bentuk dan warna berbeda. Atau dikenal juga dengan istilah bahasa peta yang berfungsi untuk lebih memperjelas dalam membaca peta.

ü  Utara Peta :
Adalah bagian atas dari peta yang ditunjukan dengan simbol/tanda panah dengan hurup U (utara)/N (north) di ujungnya. Utara peta disebut juga Grid North, utara peta ini sangat perlu di ketahui karena sering digunakan dalam berorientasi medan.

1.4. Menentukan Suatu Lokasi Di Peta
Menentukan posisi suatu lokasi di peta dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu sebagai berikut :
  1. Cara kordinat geografi
Sistim kordinat geografi ini adalah suatu sistim untuk menentukan kedudukan suatu titik atau tempat di permukaan bumi (dalam bidang lengkung). Sistim ini dinyatakan dalam derajat dengan meridian Greenwich sebagai lintang 0°. Sistem ini dipakai saat menggunakan GPS Receiver.
Contoh : lokasi Tanaman Jati petak 1 berada pada 6°12’ LS dan 130°45’ BT.

  1. Cara kordinat peta
Sistem ini adalah untuk menentukan kedudukan suatu titik/tempat pada suatu peta. Lembar peta di bagi atas garis-garis kordinat, yaitu garis horizontal dan garis vertikal (berbentuk kotak bujur sangkar). Garis mendatar (sumbu X/absis) nomor urut dari barat ke utara.
Kordinat peta dinyatakan dalam satuan panjang. Ada dua cara untuk menyatakan kordinat peta yaitu :
  1. Cara 4 angka : digunakan untuk memperlihatkan posisi suatu tempat yang cukup lebar, misalnya untuk menunjukan lokasi tanaman, lokasi tebangan dan sebagainya
  2. Cara 6 angka : digunakan untuk menunjukan lokasi yang sempit, misalnya lokasi pos pamhut, rumah dinas dan sebagainya. Jarak 50 meter (sisi bujur sangkar dibagi 5 bagian).

1.5. Perhitungan dan Pengukuran Jarak
Ada dua cara perhitungan yang bisa di pakai :
  • Pada garis yang lurus dan mendatar bisa dipakai penggaris. Caranya panjang garis diukur dengan menggunakan penggaris lalu dikalikan dengan skala peta. Rumusnya : PG x S = PS
(PG = panjang garis yg diukur oleh penggaris, S = skala peta, PS = panjang sebenarnya).

  • Garis yang berbelok-belok panjangnya bisa dihitung dengan kurvimeter atau bisa juga menggunakan tali/benang. Caranya sebagai berikut :
ü  Dengan kurvimeter ikuti garis yang berbelok-belok tersebut dengan roda kecil kurvimeter. Kemudian lihat hasilnya sesuai skala peta pada tabel di kurvimeter.
ü  Dengan benang letakan dengan tepat dan ikuti garis yang berbelok-belok kemudian ukur panjang benang, hasilnya kalikan dengan skala peta.

 2. TEKNIK DASAR KOMPAS
Kompas adalah peralatan yang paling dikenal dan paling populer didunia sebagai alat penunjuk arah. Kompas mempunyai jarum yang selalu menunjukan arah utara (utara kompas). Kompas berbentuk bulat dan mempunyai 32 arah mata angin dengan garis pembagi derajat dari 0° sampai 359°. Arah yang ditunjukan oleh jarum kompas disebut arah medan magnet bumi, bukan arah kutub yang sebenarnya.

2.1. Bagian Kompas
2.1.1.  Jarum Kompas
Jarum kompas merupakan bagian yang terpenting pada sebuah kompas. Jarum ini dibuat dengan menggunakan magnet, agar jarumpada kompas tidak berkarat gunakan cairan bening atau yang disebut juga cairan antistatic. Pada umumnya juga jarum kompas dilapisi dengan fosfor agar bisa terlihat disituasi yang gelap.
2.1.2.  Piringan Derajat
Didalam kompas ada lingkaran yang terdiri atas garis-garis dan dikenal dengan garis pembagi skala derajat, cara membacanya di mulai dari arah utara berputar searah jarum jam.
2.1.3.  Skala Piringan Derajat.
Ada bermacam-macam skala piringan derajat. Pembagian derajat International atau standarnya adalah seperti sudut lingkaran yaitu 360°. Kompas militer mempunyai skala 6.000’ : 6.300’ atau 6.400’.
2.1.4.  Rumah Kompas
Merupakan tempat dari bagian-bagian kompas. Didalam rumah kompas juga diberi cairan bening untuk membuat jarum kompas bekerja lebih baik juga sebagai anti karat berfungsi juga melindungi kompas terutama dari suhu antara -4° C sampai 50° C, sehingga dalam rentang suhu tersebut kompas masih dapat bekerja dengan sempurna.

2.2. Jenis Kompas
2.2.1.  Kompas Bidik/Kompas Prisma
Kompas jenis ini sebagian besar digunakan oleh kalangan militer dan juga oleh kalangan umum.
2.2.2.  Kompas Orientasi
Kompas orientasi sudah dilengkapi dengan busur derajat dan penggaris. Menggunakannya sangat mudah, terkadang juga dilengkapi alat bidik. Banyak digunakan dikalangan penggemar mountinering dan orientinering. Kompas ini juga dikenal dengan nama lain yaitu kompas sunto atau kompas silva.

2.3. Penggunaan Kompas
Dalam menggunakan kompas kita harus memperhatikan beberapa hal yang dapat mengganggu cara kerja kompas agar akurasi kompas dapat terjamin, sebagai berikut :
ü  Kawat listrik tegangan tinggi (gunakan kompas dengan jarak diatas 60 meter dari kawat listrik tegangan tinggi agar terhindar dari pengaruh medan magnet arus listrik).
ü  Kawat Telegraf (ambil jarak lebih dari 40 meter dari kawat telegraf)
ü  Jauhkan dari benda-benda logam (pisau, jam tangan, kepala ikat pinggang, gelang/cincin)

  • Tata cara menggunakan kompas prisma
ü  Buka tutup kompas dan posisikan tutupnya hingga tegak lurus.
ü  Tarik cincin untuk jempol.
ü  Masukan ruas pertama jempol kanan ke dalam cincin tersebut.
ü  Telunjuk sejajar dan memegang penutup yang berdiri tegak, jari-jari lain memegang penutup kompas.
ü  Lengan lurus ke depan.
ü  Bisa juga meletakan kompas pada tongkat statis.
ü  Dekatkan kompas ke depan mata.
ü  Untuk mencari tanda/titik yang dijadikan patokan dalam membidik pilih benda yang jauh tetapi jelas terlihat dan tidak terhalang, hasil bidikan angkanya bisa dilihat pada kompas. misalnya angka 40 maka di sebut azimut 40°
ü  Kemudian bergerak menuju titik yang telah di bidik oleh kompas tadi.
ü  Setelah sampai di titik yang dituju kemudian bidik titik berikutnya, demikian seterusnya secara berulang.
ü  Apabila dalam perjalanan bernavigasi kita mendapat rintangan yang sangat sukar untuk dilalui misalnya : danau, tebing curam, bebatuan besar, rawa-rawa, hutan yang rapat/lebat, semak belukar yang berduri, sungai deras/dalam dan lain-lain. Maka untuk mengatasi rintangan tersebut kita menggunakan cara sebagai berikut :
v  Mengatur peta (samakan utara peta dan utara pada kompas)
v  Tentukan titik awal (titik A) pada rintangan yang dihadapi, misalnya tujuan yang dituju mempunyai sudut kompas/azimut 315°.
v  Dari titik A ini kita akan berbelok ke kanan menuju titik B, lalu tambahkan sudut kompas 90° dengan memutar rumah kompas searah jarum jam hingga menunjuk angka 45° kemudian bergerak sesuai dengan sudut kompas tersebut sambil menghitung jarak hingga sampai pada titik B.
v  Dari titik B kita berbelok lagi ke kiri ke arah titik C lalu kurangi sudut kompas 90° dengan memutar rumah kompas berlawanan dengan arah jarum jam hingga menunjuk angka 315° kemudian bergerak sesuai dengan sudut kompas tersebut sampai rintangan berhasil dilewati.
v  Dari titik C kemudian kita belok lagike arah titik D lalu kurangi sudut kompas 90° dengan cara memutar rumah kompas berlawanan dengan arah jarum jam hingga menunjukan angka 225° kemudian bergeraklah sesuai dengan sudut kompas tersebut ke arah titik D sambil menghitung jaraknya (harus sama dengan jarak dari titik A ke titik B).
v  Sampai di titk D tambahkan sudut kompas 90° lagi hingga sudut kompas sama saat sebelum melakukan putaran mengelilingi rintangan yaitu 315°.
 Hal yang akan mempermudah kita adalah dengan menandai titik awal kita berbelok (titik A) agar saat sampai pada titik D kita bisa mengukur sudut titik A dari titik D, yaitu nilai back azimutnya 135°. ((back azimut adalah bila jumlah sudut kompas titik yang dicari lebih dari 180° maka untuk mendapatkan nilai back azimut adalah jumlah sudut kompas titik tersebut dikurangi dengan 180°. Dan apabila jumlah sudut kompas yang dicari kurang dari 180° maka untuk mendapatkan nilai back azimutnya adalah jumlah sudut kompas titik tersebut harus ditambahkan dengan 180°.)
Alat bantu navigasi lainnya :
v  Altimeter : alat untuk mengukur ketinggian, alat ini bekerja berdasarkan tekanan udara yang berkurang sesuai dengan bertambahnya angka ketinggian.
v  Kurvimeter : alat ini untuk mengukur jarak di peta, cara kerjanya dengan menggulirkan roda kecil yang akan menggerakan jarum penunjuk yang menunjukan jarak berdasarkan skala peta.
v  Protractor : alat bantu saat kita melakukan ploting/sket dipeta setelah mendapatkan sudut kompas/azimut.

      3. TEKNIK DASAR ORIENTASI
Kemampuan orientasi medan sangat diperlukan oleh kita yang sering beraktifitas di kawasan pegunungan atau alam bebas. Orientasi medan adalah kemampuan dalam mengenali tanda-tanda alam yang ada di lapangan dan mencocokanya dengan peta. Sebelum memulai perjalanan memasuki kawasan hutan atau pegunungan ada baiknya untuk mengetahui terlebih dahulu posisi awal di peta atau minimal untuk mengenali beberapa tanda alam yang bisa dijadikan patokan selama perjalanan. Tanda-tanda alam yang dimaksud adalah bentangan alam yang cukup mencolok sehingga mudah di ingat misalnya : gunung atau bukit, lembah, pertemuan anak sungai, muara sungai, delta sungai, batu besar, alur, kelokan jalan, ujung desa, batas hutan dan lain-lain.
Sebelum memulai orientasi medan dengan bantuan peta dan kompas maka utara peta dan utara kompas harus disamakan (disejajarkan) terlebih dahulu.
Untuk mendapatkan informasi dalam orientasi medan seperti nama sungai, nama bukit, nama lembah, nama tempat khas dan lainnya yang terdapat di peta dengan posisi sebenarnya di lapangan kita bisa meminta bantuan pada penduduk setempat. Setelah kita punya informasi yang cukup barulah kita bisa melakukan langkah-langkah orientasi medan sebagai berikut :
  • Carilah daerah yang terbuka agar pandangan kita bisa melihat dan mengenali tanda-tanda alam yang mudah di ingat.
  • Letakan peta dihadapan kita pada bidang yang rata.
  • Samakan utara peta dan utara kompas dengan cara menghadapkan arah atas peta ke arah utara dan letakan kompas di atasnya. Kemudian samakan garis tegak lurus pada peta sama lurus dengan jarum kompas, dengan demikian kita bisa membaca bentangan alam yang ada di depan kita.
  • Resection/mencari tanda-tanda alam yang ada di daerah sekitar kita kemudian temukan atau samakan dengan yang ada di peta, minimal ada dua buah tanda alam.
  • Ingatlah tanda alam ini baik bentuk dan tempatnya dilapangankemudian beri tanda pada peta.
Setelah memahami penggunaan peta, kompas dan orientasi medan maka gabungan ketiga teknik tersebut bisa kita aplikasikan dalam melakukan aktifitas di alam bebas atau pegunungan, baik pada saat melaksanakan tugas pekerjaan lapangan maupun dalam menyalurkan hoby bertualang di alam bebas (adventure mounteenering). Salam Lestari Kawan :)

Sabtu, 28 Juni 2014

Alasan Kenapa Pendaki Gunung Adalah Pasangan Idaman



Mereka yang gemar melangkahkan kaki untuk menggapai puncak-puncak tertinggi, mereka yang tidak keberatan membawa keril berisi bahan makanan dan peralatan berkemah, mereka yang rela menghabiskan waktu berhari-hari di dalam hutan demi bisa mengalahkan diri sendiri. Penasaran kan kenapa kamu harus mempertimbangkan dia yang gemar mendaki gunung untuk menjadi calon pasangan?

1. Dia Terbiasa Menetapkan Target 

 Dia tahu apa tujuan akhirnya
Orang yang sukses adalah mereka yang berani menetapkan target dan mematuhinya. Ya iya juga sih, apa gunanya target tinggi tapi gak ada usaha untuk menjangkaunya? Pendaki gunung sudah akrab dengan kebiasaan yang satu ini. Mereka terbiasa menetapkan tujuan akhir yang harus dicapai dalam setiap pendakian.
Sebelum pendakian dimulai, dia akan memperhitungkan waktu dan tenaga yang dimiliki kemudian menyesuaikannya dengan rute yang akan dihadapi. Dia bisa dengan tepat menetapkan target sesuai sumber daya. Kemampuan ini oke banget jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kamu gak perlu khawatir punya pacar selo yang gak punya target dalam hidup kalau pacaran sama pendaki gunung.

 2. Punya Semangat Untuk Mengalahkan Diri Sendiri

Batasan diri sendiri selalu bisa dikalahkan
Musuh terbesar seseorang sebenarnya bukan orang lain atau lingkungan di sekitarnya, melainkan dirinya sendiri. Inilah filosofi yang dipegang oleh kebanyakan pendaki gunung. Kegiatan mendaki dipahami sebagai proses mengalahkan batas diri sendiri. Menantang diri untuk mengalahkan rasa letih demi menjejakkan kaki di puncak.
Pasanganmu yang gemar mendaki gunung tahu bahwa tujuan akhirnya gak akan bisa dicapai jika dia tidak keras pada dirinya sendiri. Dalam kepalanya akan bergaung suara, “Ayo jalan 5 langkah lagi!” setiap kakinya hendak mogok minta berhenti. Dia gak mau dikalahkan oleh rasa capek, malas, lapar ataupun dingin. Dia bisa mengontrol dirinya untuk terus berjuang mengalahkan semua keengganan yang muncul dari beratnya proses pendakian.


3. Dia Pasti Rendah Hati
Pendaki yang baik tidak pernah merasa dirinya lebih hebat dari orang lain. Walaupun dia sudah pernah menjejakkan kaki di berbagai tanah tertinggi, dia gak akan merasa lebih baik dari mereka yang belum. Pendakian justru menyadarkan bahwa di tengah ganasnya alam, manusia itu nggak ada apa-apanya.

Walau bisa menaklukkan puncak tertinggi, tetap rendah hati
 Jika kamu memutuskan untuk menjalin hubungan cinta dengan seorang pendaki gunung, jangan kaget bila dia sering mengingatkanmu agar jangan merasa punya kemampuan diatas orang lain. Nggak heran sih, kebijaksanaan ini memang dia dapatkan dari semua pendakian yang pernah dilalui.
Dia sudah pernah menemui pendaki berusia lanjut yang segar bugar, dia pernah merasakan hampir mati karena hipotermia, dia juga pernah tersesat dan hanya mengandalkan insting untuk menemukan jalur yang benar. Di depan alam ciptaan Tuhan, dia sadar bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa.


4. Jiwa Berjuangnya Nggak Diragukan Lagi

Selalu mau berjuang
Apakah kamu cewek yang mengharapkan calon pasangan yang super tangguh? Atau kamu cowok yang paling males kalau dapat cewek manja? Jika memang semangat juang adalah hal yang wajib ada dalam diri calon pasanganmu, maka mengencani pendaki gunung adalah pilihan yang tepat.
Dia adalah orang yang bisa bertahan dalam situasi sulit. Rasa ingin berjuang dalam dirinya sudah tidak diragukan lagi. Pasanganmu sudah pernah merasakan telapak kakinya lecet dan sakit untuk berjalan karena rute turun yang terlalu curam. Tapi dia memaksa dirinya untuk terus berjalan. Dia sadar bahwa pilihannya hanya terus berjuang atau menunggu diselamatkan tim SAR.


 5. Dia Mudah Bergaul Dengan Siapapun

Mudah bergaul dengan orang baru
Pendaki gunung biasanya punya teman yang datang dari berbagai latar belakang. Selain solidaritas antar pendaki memang kuat, siapapun yang ditemui selama pendakian adalah kawan seperjuangan di alam raya. Gak jarang hubungan ini akan terus berlanjut sampai ke kehidupan normal pasca pendakian.
Kalau dia bisa langsung nyambung dengan orang yang baru ditemuinya dalam Jeep carteran menuju Ranu Pane, tentu dia gak akan kesulitan saat harus membuka percakapan dengan teman dan keluargamu. Sering mengakrabi alam membuat dia mudah bergaul dan terbuka terhadap setiap peluang untuk menjalin hubungan dengan orang baru.

 6. Bisa Diandalkan
Pasangan yang bisa diandalkan adalah dia yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Dia udah gak lagi galau hidupnya mau dibawa kemana, dia sudah tahu apa yang benar-benar ingin dia lakukan dalam hidupnya. Proses mendaki gunung memberikan seseorang kesempatan untuk berdialog dengan dirinya sendiri dan menyelesaikan ganjalan dalam hati.

Mendaki membuat dia selesai menemukan diri sendiri
Ditengah beringasnya 7 Bukit Penyesalan Gunung Rinjani, dia akan mengalami monolog dengan sisi paling jujur dalam dirinya. Sambil menahan lelah dan teriknya sengatan matahari, dia akan paham bahwa  hidup harus benar-benar diperjuangkan sesuai impian. Gak ada hidup yang pantas dijalani dengan kepuasan setengah hati.
Kamu gak perlu lagi takut kehilangan dia ditengah perjalanan, atau tiba-tiba harus banting setir 180 derajat. Dia sudah menetapkan rute yang ingin ditempuh. Bahkan jauh sebelum bertemu kamu.

 7. Punya Idealisme yang Kuat

Idealismenya nggak main-main
Idealisme, adalah kemewahan yang kerap diagungkan oleh para pendaki gunung. Hidup susah nggak masalah, asal bisa hidup dengan kepala tegak. Biasa mengakrabi ganasnya alam membuat mereka ingin menjadi sebaik-baik manusia. Mereka akan ogah ikut dalam aksi kotor demi keuntungan pribadi. Pendakian mengajarkan bahwa hidup dan mati itu jaraknya setipis seutas tali.
Memiliki pasangan seorang pendaki akan memberikanmu hidup yang sederhana, tapi penuh arti. Mereka yang belajar di alam akan menyadari bahwa jadi manusia berguna itu lebih penting daripada menumpuk harta bagi diri sendiri. Karena pada akhirnya, kamu cuma punya integritas yang bisa dibawa sampai mati.

8. Kemampuan Kalkulasinya Pasti Oke

Bisa memperhitungkan tenaga dan waktu dengan baik
Suka sebel sama pasangan yang gak bisa mengatur jadwalnya sendiri? Atau kamu paling anti sama orang yang gak bisa mengatur pengeluarannya? Sama pendaki gunung, hal-hal menyebalkan yang berkaitan dengan masalah kalkulasi akan jarang kamu temui. Kegemarannya mendaki membuat dia ahli dalam membuat estimasi.
Dalam sebuah pendakian – terutama pendakian dalam tim, dia akan berhitung dengan cermat soal waktu untuk menyelesaikan tiap etape. Juga soal besarnya biaya yang harus dibayar tiap anggota tim untuk belanja logistik. Selain punya semangat juang yang tinggi, dia juga ahli dalam merencanakan sesuatu. Kualitas persiapan dan aksinya seimbang. nah loh, kurang apa lagi?
  
9. Luwes Tapi Efektif

Mempertimbangkan kondisi alam sebelum mendaki
Pendaki gunung adalah orang yang terbiasa dengan perubahan. Dia bisa dengan cepat menyesuaikan diri saat ada perubahan cuaca yang membuat perjalanan terhenti. Walau mengeluarkan kerangka tenda dan mendirikan tenda itu ribet, tapi dia gak akan mengeluh saat terpaksa harus nge-camp karena cuaca buruk.
Dia adalah pribadi yang fleksibel namun di lain sisi juga sangat efektif dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Walau harus mengubah ritme perjalanan, bukan berarti waktu pendakian molor. Dia harus tetap memperhitungkan kondisi logistik yang kian menipis. Kualitas macam ini nggak dimiliki oleh semua orang. Dan biasanya, mereka yang bisa dengan luwes membawa diri namun tetap efektif bekerja adalah mereka yang bisa sukses.

 10. Tidak Mudah Terjebak Kenyamanan

Selalu ingin memperluas batas kenyamanan
Ketika sudah mendapat posisi yang mapan, apa yang biasa dilakukan oleh orang kebanyakan? Menikmati dan berleha-leha, bukan? Masuk kerja- pulang sore – menunggu macet di mall - membelanjakan uang di cafe yang chic - berharap akhir pekan datang – kembali menyambangi mall di akhir pekan. Apa iya kamu mau hidupmu berakhir seperti itu?
Menjalani hubungan cinta dengan pendaki gunung akan membuatmu belajar untuk terus memperluas batas kenyamanan. Pendakian mengajarkan mereka bahwa pelajaran selalu didapat justru dari usaha mengalahkan kesulitan. Mereka akan menantangmu untuk mengalahkan batas kemampuanmu sendiri. Tanpa kamu sadari, perlahan kamu juga akan belajar bahwa kenyamanan adalah jebakan yang harus dikalahkan kalau tidak mau jadi pribadi yang tertinggal.

11. Bisa Menerimamu Apa Adanya

Bisa menerima berbagai karakter anehmu
Mendaki mempertemukan dia dengan banyak tipe orang dari berbagai latar belakang. Mulai dari yang kepribadiannya hangat dan oke banget, sampai yang punya kelakuan unik dan butuh perlakuan khusus. Apalagi diatas gunung konon seseorang akan benar-benar terlihat kepribadian aslinya. Demi lancarnya perjalanan, dia akan berusaha menyesuaikan diri dengan karakter orang-orang tersebut.
Sebenarnya pacaran itu gak ubahnya sebuah pendakian. Demi bisa sukses, kamu harus pintar-pintar mengatur langkah agar sesuai dengan ritme teman seperjalanan. Bersama pasangan yang kerap mendaki gunung, kamu gak perlu khawatir dia ilfeel karena kelakuan anehmu. Kamu bisa dengan bebas menunjukkan dirimu yang sesungguhnya. Dia bisa memahami bahwa semua orang lahir dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing

 12. Biasanya, Mereka Romantis

Gahar atau garang tapi romantis
Walau tampangnya gahar, kulitnya hitam karena keseringan terpapar matahari — tapi hati anak gunung itu lembut dan hangat. Kalau orang lain menghadiahimu dengan cokelat dan bunga atau boneka lucu, dia akan menghadiahimu foto matahari terbit di Ranu Kumbolo atau malah menuliskan namamu di puncak tertinggi Pulau Jawa. Romantis kan?

13. Dia Paham Makna “Rumah” dan “Pulang”

Dia menghargai orang-orang yang menunggunya di rumah
Seorang pendaki gunung tahu benar arti hangatnya sebuah rumah. Pada pendakian-pendakian panjangnya dia sering duduk, memandang bintang dari dataran setinggi 3000 meter diatas permukaan laut, membayangkan hangatnya rumah yang ditinggalkan. Tidak jarang rasa rindu ingin pulang jadi kekuatan saat langkahnya sudah sempoyongan dihadang trek pasir.
Dia akan menghargai makna “pulang”, “rumah” dan orang-orang yang berada di dalamnya. Beruntunglah kamu jika pada pelukmu lah dia selalu menemukan hangatnya rumah yang jadi sumber semangatnya menuntaskan pendakian.

Setelah membaca alasan diatas, masih ragu untuk menjadikan pendaki gunung sebagai pasangan yang layak mendampingimu?

Senin, 09 Juni 2014

Kebanggaan Pendaki Gunung Indonesia, 26 April 1997

26 APRIL 1997 adalah hari yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Pada hari itu, putra - putra terbaik bangsa ini berhasil memancangkan Sang Saka Merah Putih di puncak Everest ( 8.848 m dpl. ), tempat paling tinggi di dunia dan sering dianggap sebagai simbol ketangguhan suatu bangsa. Di Asia Tenggara, dan di antara negara-negara yang berada di lintang tropika, Indonesia adalah negara pertama yang mampu melakukannya. Bukankah itu sebuah kebanggaan nasional?





Pada 25 Oktober 2002, saya menghadiri presentasi tentang ekspedisi itu di PUSDIKPASSUS Batujajar, Bandung. Misirin―satu dari dua anggota Tim Indonesia yang berhasil mencapai puncak Everest―hadir di sana dan mengisahkan perjalanan mahaberat itu kepada kami semua. Di akhir presentasi, Ia mengeluarkan lima buah buku berjudul “Di Puncak Himalaya Merah Putih Kukibarkan.” Saya sangat beruntung karena―dengan menjawab sebuah pertanyaan―bisa mendapatkan satu di antaranya. Dari buku itu saya mengetahui bagaimana sikap patriotik para pendaki gunung Indonesia yang rela mati demi mengangkat nama baik bangsa, meskipun beberapa tahun kemudian, perjuangan dan nama mereka ( mungkin ) terlupakan atau sama sekali belum pernah kita dengar!

Tim Ekspedisi Everest Indonesia yang merupakan gabungan dari pendaki - pendaki sipil ( Wanadri, Mapala UI, FPTI, Rakata ) dan militer ( KOPASSUS )―yang sebagian besar belum pernah melihat dan menyentuh salju―berangkat menuju Nepal pada akhir Desember 1996. Setelah beberapa hari beristirahat di Kathmandu, mereka langsung mengikuti latihan yang sekaligus merupakan seleksi untuk mereka yang akan diikutsertakan dalam pendakian Everest pada bulan Aprill 1997. Seleksi pertama dilakukan di Paldor Peak ( 5. 928 m dpl. ), dilanjutkan dengan seleksi kedua di Island Peak ( 6.189 m dpl. ). Di bawah bimbingan pelatih, Anatoli Boukreev ( 39, Rusia ), Vladimir Baskirov ( 44, Rusia ), Evgenie Vinogradsky ( 52, Rusia ), pendaki - pendaki itu belajar mengenal gunung es dan mempelajari teknik mendakinya. Kegembiraan saat pertama kali melihat hamparan es dan menginjak butir - butir salju, konon mereka ekspresikan dengan berlari - lari seperti anak - anak, duduk di atas bongkahan es, atau saling melempar dengan bubuk salju sambil berteriak - teriak.


Sangat pantas jika banyak pendaki asing yang mencibir, atau bahkan melontarkan pertanyaan sinis: benarkah orang - orang seperti ini akan mendaki Everest?  Namun, pendaki gunung Indonesia adalah orang - orang yang sangat menyadari di mana titik kelemahan mereka. Kesadaran akan keterbatasan fisik, waktu persiapan yang sangat singkat ( enam bulan ), dan pengalaman yang sangat miskin, melahirkan keputusan untuk memakai pelatih terbaik, Sherpa ( pemandu yang terdiri dari pembuka jalur, pengangkut barang, dan pemasak ) terbaik, dan peralatan pendakian terbaik di dunia. Kesadaran akan titik lemah itu ternyata dimiliki pula oleh Anatoli Boukreev yang dipilih sebagai pelatih.

Selain memahami pendaki macam apa yang akan dibimbingnya, ia pun menyadari kelemahan dirinya sendiri. Boukreev adalah pemandu gunung yang sangat handal, namun ia merasa kurang pandai dalam perkara manajemen pendakian dan kurang luwes dalam berhubungan dengan anggota tim. Konon, Ia mengakui hal itu dengan mengatakan “I wanted…..some balanche for my rather difficult personality.” Itulah yang membuatnya meminta didampingi oleh pelatih lain yang dianggap cakap.



Kesadaran - kesadaran itu, baik dalam diri pendaki Indonesia maupun pelatihnya, ternyata mampu melahirkan keputusan - keputusan dan strategi tepat yang mengantarkan mereka meraih puncak.  Waktu yang sedikit itu terus mereka gunakan untuk berlatih, mendongkrak kualitas fisik dan teknik dengan dilandasi semangat yang terus berkobar. Mereka tahu bahwa sebuah tim ekspedisi Everest negara lain, yang terdiri dari pendaki - pendaki profesional, biasanya memerlukan waktu sekitar dua tahun untuk berlatih, seperti halnya Malaysia yang pada saat itu juga tengah mempersiapkan pendakiannya.

Tercatatnya Malaysia sebagai salah satu tim ekspedisi di musim pendakian 1997 kian memperbesar tekad.  Dalam ekspedisi ini, Tim Indonesia dibagi menjadi dua: tim yang mendaki dari jalur selatan ( Nepal ), dan tim yang mendaki dari jalur utara ( Tibet ). Tim selatan terdiri dari 10 pendaki, 2 pendukung, 3 pelatih dan 20 Sherpa. Sedangkan tim utara terdiri dari 6 pendaki, 2 pendukung, 1 pelatih ( Riszhard Pawlowsky ( 44 ), Polandia ) dan 15 Sherpa. Dengan dua tim dari dua jalur yang berbeda, peluang keberhasilan Indonesia menjadi lebih terbuka. Mengapa? Hal yang paling ditakuti pendaki - pendaki Everest adalah badai dahsyat yang dikenal sebagai Jet Stream Wind, dinamakan demikian karena suaranya konon menderu - deru bagai raungan pesawat jet dengan kecepatan mencapai 100 mil per jam.

Badai ini akan menyebabkan suhu udara berubah drastis dan memicu terjadinya longsoran salju ( avalanche ). Sejarah mencatat, jika jalur selatan dihantam badai, maka jalur utara biasanya aman. Demikian pula sebaliknya. Maka Tim Indonesia berharap bisa mencuri sukses di antara dua jalur itu: kelak kita tahu bahwa badai dahsyat menghentikan pendakian Tim Utara―yang dimotori Gunawan Ahmad “Ogun” dari Wanadri )―pada ketinggian 248 meter di bawah puncak Everest. Tim Selatan menginjakkan kaki di Base Camp Everest ( 5.300 m ) pada 18 Maret 1997, dan segera memulai masa aklimatisasi, yaitu penyesuaian diri dengan suhu udara yang sangat ekstrim.  

Base Camp Everest masih kosong, tim - tim negara lain belum ada karena waktu favorit pendakian memang belum tiba. Dengan demikian, Tim Indonesia menjadi tim pertama yang mendaki Everest di musim pendakian 1997, ketika salju masih sangat tebal karena musim dingin baru saja akan berakhir. Selama dua minggu, mereka melakukan pendakian secara bertahap ke Camp I ( 6.100 m ), Camp II ( 6.500 m ), Camp III ( 7.300 m ) dan Camp IV ( 7.980 m ). Semakin ke atas, pendakian semakin berat karena kadar oksigen semakin tipis, sedangkan nafsu makan hampir hilang sama sekali.

Tanpa proses aklimatisasi yang memadai, para pendaki bisa cepat terkena penyakit ketinggian. Ada dua jenis penyakit ketinggian yang sangat berbahaya, yaitu High Altitude Pulmonary Edema / HAPE ( pembengkakan paru - paru akibat ketinggian ) dan High Altitude Cerebral Edema / HACE ( pembengkakan otak akibat ketinggian ). Selain itu, ada pula resiko gigitan salju ( frosbite ) yang bisa memaksa seorang pendaki kehilangan jari - jari kaki dan tangannya. Setelah hampir mencapai Camp IV, dan masa aklimatisasi dianggap cukup, Tim Selatan turun ke ketinggian 3. 867 meter untuk melakukan pemulihan ( recovery ) selama dua minggu, sebelum memulai summit attack ( pendakian ke puncak ) mulai 22 April 1997.



Berdasarkan pemantauan dan ranking yang dibuatnya selama masa aklimatisasi, ketiga pelatih itu memutuskan bahwa hanya tiga orang yang akan mendapat kesempatan mendaki ke puncak Everest, dan ketiganya merupakan pendaki militer. Dengan demikian, setiap pendaki langsung didampingi oleh seorang pelatih. Ini dianggap penting mengingat para pendaki Indonesia bukanlah pendaki gunung profesional. Keputusan ini tentu saja sangat mengecewakan para pendaki sipil, terutama mereka yang masih merasa sanggup, seperti Galih Donikara ( Wanadri ) dan Ripto Mulyono ( Mapala UI ). Di saat - saat seperti inilah kekuatan sebuah tim ekspedisi diuji.

Obsesi individu yang menggebu - gebu harus ditekan dan direlakan demi keberhasilan tim. Siapa yang tak ingin mencapai puncak setelah perjuangan yang begitu berat dan puncak sudah sangat dekat? Tetapi, dengan besar hati mereka bisa menerima kenyataa ini. Ripto Mulyono mengatakan bahwa “secara pribadi saya kecewa. Tapi saya menekan kekecewaan itu dengan berpikir lebih luas, bahwa ini demi merah putih!” Ketika kita bergulung dalam selimut hangat dan kasur empuk pada dinihari 26 April 1997, Lettu Iwan Setiawan ( 29 th, Komandan Tim Selatan ), Sertu Misirin ( 31 ) dan Pratu Asmujiono ( 25 ), didampingi oleh Anatoli Boukreev, Vladimir Baskirov, Evgenie Vinogradsky, Appa Sherpa dan Dawa Nuru Sherpa, tertatih-tatih meninggalkan Camp IV di South Col ( 7.980 m ). Mereka mulai memasuki ketinggian 8.000 meter yang dikenal sebagai zona kematian ( dead zone ). Langkah mereka menjadi sangat berat karena salju yang tebal membenam setinggi lutut, suhu udara pagi itu sekitar -300 Celcius.

Mereka telah menggunakan tabung oksigen agar tetap bisa bernafas di ketinggian itu, masing - masing membawa dua tabung saat merambah lereng bersalju dengan kemiringan 75 - 80 derajat. Sebagai tim pertama yang mendaki pada musim itu, tim merekalah yang harus memasang lintasan tali menuju puncak, karena lintasan pendakian musim sebelumnya sudah rapuh dan terkubur salju. Dengan kondisi fisik yang kian menghawatirkan, perjalanan mereka menjadi semakin lamban. Ketiga pendaki Indonesia itu diperkirakan mencapai puncak pada pukul 15.00: waktu yang sangat terlambat, dan kemungkinan tersapu badai pada perjalanan turun menjadi sangat besar!

Batas toleransi pencapaian puncak Everest adalah pukul 13.00. Puncak Everest sendiri bukanlah tempat yang nyaman bagi seorang manusia. Dalam buku Into Thin Air, Jon Krakauer memberi gambaran dengan menulis bahwa “pada ketinggian troposfer 29.028 kaki, sangat sedikit oksigen yang bisa masuk ke dalam otakku sehingga kapasitas mentalku sama dengan kapasitas mental seorang anak yang terbelakang. Dalam kondisi seperti itu aku hampir tidak bisa merasakan apa - apa kecuali rasa dingin dan lapar.”Pada pukul 15.30, 26 April 1997, Pratu Asmujiono meneriakkan kalimat takbir ( Allahuakbar ) sambil menangis dan memeluk tripod yang merupakan penanda puncak Everest ( 8.848 m ).

Ia kemudian mengibarkan Merah Putih dan menyanyikan lagu Padamu Negeri, mengabaikan perintah Anatoli Boukreev yang menyuruhnya segera turun. Ketika Boukreev mangambil potret, Asmujiono membuka masker oksigennya: dalam gambar ia terlihat berdiri tegak di samping tripod Everest dengan memakai “baret merah,” kedua tangannya memegang bendera Indonesia. Pendakian Misirin terhenti karena ia terjatuh dan pingsan beberapa meter sebelum tripod, sedangkan Iwan Setiawan terhenti beberapa meter di bawah Misirin. Meskipun tidak sempat menyentuh tripod, Misirin dianggap telah mencapai puncak dan berhak memperoleh sertifikat sebagai summiter (orang yang berhasil mencapai puncak) Everest.

Bagi Warga Indonesia dan Asia Tenggara, Asmujiono dan Misirin merupakan orang pertama dan kedua yang bisa mencapai tempat itu. Dan dalam daftar summiter Everest, nama mereka tercatat pada urutan ke - 662 dan 663. Terlambat sampai di puncak berarti harus siap menghadapi badai dalam perjalanan turun. Dan jika badai itu datang, jarang ada yang bisa selamat dari amukannya. Kenyataan inilah yang dihadapi tiga putra terbaik bangsa Indonesia yang belum selesai berjuang saat itu.

Setahun sebelumnya, 10 Mei 1996, amukan Jet Stream Wind menewaskan beberapa pendaki yang tergabung dalam Adventure Consultant Guided Expedition dan Mountain Madness Guided Expedition dalam perjalanan turun yang terlambat. Kedua pemimpin dari dua tim ekspedisi itu―Rob Hall ( Selandia Baru ) dan Scott Fischer ( USA )―tewas bersama beberapa anggota timnya: Andy Harris ( Selandia Baru ), Doug Hansen ( USA ), Yasuko Namba ( Jepang ).

Pada musim itu, ada pula beberapa pendaki dari tim lain yang meninggal sebelum dan sesudah 10 Mei. Karena banyaknya korban tersebut ( 12 orang ), musim pendakian 1996 sering disebut sebagai “Everest 1996 Dissaster.” Tragedi tersebut tentu saja masih membayangi Anatoli Boukreev yang kini harus bertanggungjawab atas keselamatan Tim Indonesia, karena saat tragedi itu terjadi, ia berperan sebagai pemandu dalam Tim Mountain Madness. Kala itu Boukreev nekad menembus badai dan berhasil menyelamatkan beberapa nyawa, tindakannya kelak dikenal orang sebagai “the amazing rescue.”Untungnya strategi pendakian Tim Indonesia telah disusun dengan mempertimbangkan hal paling buruk sekalipun. Berbeda dengan tim ekspedisi lain―yang akan langsung turun ke Camp IV setelah mencapai puncak―Tim Indonesia menyiapkan Emergency Camp di ketinggian 8.500 m.

Sejak awal memang telah diperkirakan bahwa mereka tidak akan mampu turun langsung ke Camp IV. Meskipun memang tepat, keputusan untuk bermalam di ketinggian 8.500 meter merupakan hal baru yang dianggap gila dan tidak masuk akal.  Di Emergency Camp yang hanya terdiri dari sebuah tenda berukuran 1×1,25 meter, tiga pendaki Indonesia dan tiga pelatihnya berdesakan melewati malam yang sangat mencekam. Semua Sherpa sudah kembali ke Camp IV, karena tidak mau menanggung risiko untuk bermalam di zona kematian.

Dua tabung oksigen yang ada di sana, yang sudah habis sebelum pagi tiba, digunakan bergiliran oleh Asmujiono, Misirin dan Iwan Setiawan. Melihat kondisi mereka yang demikian menderita, para pelatih tak lagi menggunakannya. Atas kehendak Tuhan, mereka mampu bertahan hidup di malam yang hampir mustahil dilalui itu. Keesokan harinya mereka melanjutkan perjalanan turun menuju Base Camp, dan tiba di sana pada 30 April 1997. Padahal saat mereka bermalam di Emergency Camp, pendaki - pendaki lain telah menganggap mereka tidak akan pernah kembali lagi.

Di Base Camp, putra - putra Indonesia yang mengawali pendakian di tengah kesangsian dan cibiran itu disambut meriah bagai pahlawan yang baru saja memenangkan pertempuran. Beberapa surat kabar terkenal di Nepal―seperti juga koran - koran di Indonesia―beramai - ramai memberitakan keberhasilan mereka. Sebuah mitos bahwa “orang - orang tropik yang miskin pengalaman mendaki gunung es tak mungkin mencapai puncak Everest” telah runtuh di tangan Indonesia! Keberhasilan itu sangat pantas dikenang! Dari mereka kita bisa belajar tentang betapa pentingnya semangat, kerja keras, pengorbanan, ketabahan, keyakinan, mawas diri, profesionalisme, kebersamaan serta keikhlasan dalam mewujudkan suatu tujuan.



Dan di atas semua itu, kita harus menyadari bahwa Tuhan telah mengatur segalanya, kita hanya bisa berserah diri dan berdoa. Nilai - nilai itulah yang diperlukan bangsa ini untuk bangkit dari keterpurukan dan mendaki ke puncak kejayaan. Keberhasilan pendakian Everest di Himalaya harus menjadi motivator bagi keberhasilan pendakian “Everest-Everest” lain yang menjulang tinggi dalam kehidupan kita. Ada baiknya jika mengingat dan merenungkan kembali apa yang pernah dikatakan Walter Bonatti ( Italia ): “aku percaya bahwa alam memiliki pelajaran dan dapat mengajar kita. Karena itu aku percaya bahwa gunung dengan segala keindahannya serta hukum - hukumnya merupakan sekolah yang terbaik bagi manusia.”